Latest Posts

31 Mei 2017

Sahkah Shalat Tarawih 4 Rakaat Tanpa Tahiyat Awal?

Apakah dibenarkan shalat tarawih 4 rakaat sekali salam dan tanpa tahiyat awal? Masalah ini telah dibahas oleh Syaikh Muhammad bin Hadi حفظه الله ketika menjawab salah satu pertanyaan yang berkaitan dengan tata cara sholat tarawih Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang dimuat dalam situs Miratsul Anbiya.


Shalat tarawih adalah ibadah shalat malam yang khusus dilakukan di bulan Ramadhan. Tata caranyapun telah diajarkan oleh Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم, dengan merujuk pada cara shalat tarawih yang benar dan berapa jumlah rakaatnya sebagaimana yang dikerjakan beliau, maka kita telah melaksanakan salah satu sebab diterimanya amalan kita, yaitu al-ittiba' (mengikuti ajaran Nabi صلى الله عليه وسلم).

Selengkapnya Baca : Shalat Tarawih 4 Rakaat Tanpa Tahiyat Awal di situs Forumsalafy.net

15 Apr 2017

Pembahasan Hadits Tentang Aurat Perempuan

Perempuan mempunyai tempat yang mulia di sisi Islam. Banyak hadits yang menyebutkan tentang aurat, yang mana aturan-aturan syariat tersebut telah diajarkan oleh Nabi kita Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Bila anda seorang wanita beriman, maka simaklah bagaimana manusia pilihan Allah yang mulia ini memberikan bimbingan.

---

Al-Imam At-Tirmidzi - rahimahullah - dalam Sunan-nya (no. 1173) berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ashim, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Muwarriq, dari Abul Ahwash, dari Abdullah ibnu Mas’ud - radhiyallahu anhu - , dari Nabi n, beliau bersabda:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita itu aurat, maka bila ia keluar rumah, setan terus memandanginya (untuk menghias-hiasinya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah).” (Dishahihkan Al-Imam Al-Albani - rahimahullah - dalam Shahih At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 3109, dan Al-Irwa’ no. 273. Dishahihkan pula oleh Al-Imam Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi’i - rahimahullah - dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/36)

Yang namanya aurat berarti membuat malu bila terlihat orang lain hingga perlu ditutupi dan dijaga dengan baik. Karena wanita itu aurat, berarti mengundang malu bila sampai terlihat lelaki yang bukan mahramnya. (Tuhfatul Ahwadzi, Kitab Ar-Radha’, bab ke-18)

Sehingga tetap tinggal di dalam rumah itu lebih baik bagi si wanita, lebih menutupi dirinya dan lebih jauh dari fitnah (godaan/gangguan). Bila ia keluar rumah, setan berambisi untuk menyesatkannya dan menyesatkan orang-orang dengan sebab dirinya. Tidak ada yang selamat dari fitnah ini kecuali orang-orang yang dirahmati Allah l. Yang disyariatkan bagi wanita muslimah yang beriman kepada Allah 'azza wa jalla dan hari akhir adalah tinggal di dalam rumahnya tanpa keluar kecuali bila ada kebutuhan, dengan mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dan tidak memakai perhiasan berikut wangi-wangian, dalam rangka mengamalkan firman Allah l:

“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang awal.” (Al-Ahzab: 33)

“Apabila kalian meminta sesuatu keperluan kepada mereka maka mintalah dari balik hijab/ tabir, yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)

Bila wanita tidak mengamalkan tuntunan syariat yang suci ini, ia akan jatuh dalam jeratan dan perangkap para lelaki yang fasik dan pendosa. Terlebih lagi bila keluarnya itu menuju ke pasar, mal, tempat rekreasi, dan tempat-tempat keramaian yang di situ terjadi ikhtilath (campur baur lelaki dan wanita). Alangkah banyaknya wanita seperti itu di zaman ini. Demikian keterangan dari Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wAl-Ifta’, fatwa no. 19930, yang ketika itu masih diketuai oleh Samahatusy Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah.

Banyak orang tidak mengetahui hadits Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam di atas. Kalaupun ada yang mengetahuinya, mereka berusaha menolaknya karena tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka dengan mengatakan haditsnya lemah, tidak terpakai, merendahkan kaum wanita, tidak sesuai dengan perkembangan zaman, dan ucapan semisalnya.

Demikianlah. Karena jauhnya zaman ini dengan masa kenabian, ditambah lagi kebodohan yang tersebar luas di kalangan kaum muslimin dan hawa nafsu yang mendominasi, banyak ajaran dan aturan agama Islam yang dianggap aneh, asing, dan tidak lumrah. Termasuk keberadaan wanita sebagai aurat, sehingga harus ditutupi dari pandangan lelaki ajnabi (non-mahram), sulit diterima oleh kebanyakan orang bahkan oleh kaum wanita sendiri. Yang dianggap biasa justru keberadaan wanita yang berkeliaran di luar rumah, hilir mudik tanpa malu di depan lelaki ajnabi, tanpa mengenakan busana yang syar’i, malah memamerkan kemolekan wajahnya dan keindahan anggota tubuhnya, kebagusan dandanannya, serta semerbak aroma tubuhnya. Wallahul musta’an (Hanya Allah 'azza wa jalla sajalah tempat meminta pertolongan).

Ketahuilah, hadits Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam di atas telah pasti keshahihannya. Bila suatu hadits dikatakan shahih dari ucapan Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam berarti benar-benar Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam yang mengucapkannya. Beliau berucap tidaklah dari hawa nafsu, tapi dari wahyu yang beliau terima sebagaimana firman Allah l:

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (An-Najm: 3-4)

Al-Hafizh Ibnu Katsir, semoga Allah 'azza wa jalla merahmati beliau, menerangkan tafsir ayat di atas, “Maksudnya Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan satu ucapan/ perkataan karena dorongan hawa nafsu dan karena satu tujuan tertentu. Beliau hanyalah mengucapkan apa yang diperintahkan kepada beliau untuk disampaikan kepada manusia secara sempurna, utuh, tanpa ada tambahan dan pengurangan.” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 7/340)

Sahabat yang mulia, putra dari sahabat yang mulia, Abdullah ibnu ‘Amr ibnul ‘Ash c memberitakan, “Aku biasa menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah - shalallahu 'alaihi wa sallam karena aku ingin menghafalnya. Maka orang-orang Quraisy melarangku dengan mengatakan, ‘Jangan engkau tulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulullah n, karena Rasulullah itu manusia biasa, bisa berucap dalam keadaan marah maupun senang.’

Aku pun berhenti menulis apa yang kudengar dari beliau, lalu kuceritakan hal itu kepada beliau. Beliau memberi isyarat dengan jari beliau ke mulut beliau seraya bersabda:

اكْتُبْ، فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ

“Tulislah, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar dari lisan ini kecuali al-haq/ kebenaran.” (HR. Abu Dawud no. 3646, dishahihkan Al-Imam Al-Albani - rahimahullah - dalam Shahihul Jami’ no. 1196 dan Ash-Shahihah no. 1532)

Karena kepastian berita dari Rasulullah - shalallahu 'alaihi wa sallam bahwa wanita itu aurat, maka hendaklah wali para wanita, baik dari kalangan ayah, paman, kakek, saudara laki-laki ataupun suami, memerhatikan keberadaan wanita mereka serta memiliki kecemburuan terhadap wanita mereka. Jangan biarkan mereka (para wanita) keluar rumah tanpa ada kebutuhan, atau keluar rumah tanpa mengenakan pakaian yang syar’i, yang menutup tubuh mereka sebagai aurat mereka.

Bagi para wanita sendiri, hendaklah mereka bersegera berpegang dengan tuntunan Allah 'azza wa jalla dan Rasul-Nya - shalallahu 'alaihi wa sallam karena di dalamnya pasti ada kebaikan bagi mereka.

Apakah Suara Wanita adalah Aurat?

Terkait dengan keberadaan wanita sebagai aurat, mungkin tersisa pertanyaan di benak. Bagaimana dengan suara wanita, apakah termasuk aurat? Lalu bagaimana dengan keberadaan sahabiyah dahulu yang berbicara dengan Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam atau dengan para sahabat? Bagaimana pula keberadaan Ummul Mukminin Aisyah - radhiyallahu anha atau wanita-wanita selainnya, yang mengajarkan ilmu dan menyampaikan hadits Rasulullah - shalallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabat dan orang-orang yang datang setelah generasi sahabat? Bukankah ini menunjukkan wanita boleh berbicara dan memperdengarkan suaranya kepada lelaki ajnabi?

Al-Lajnah Ad-Da’imah dalam fatwa (no. 8567) pernah memberikan jawaban tentang hal ini. Disebutkan bahwa suara wanita bukanlah aurat, tidak haram bagi lelaki ajnabi untuk mendengarkannya terkecuali bila suara itu diucapkan dengan mendayu-dayu, mendesah dan dilembut-lembutkan karena yang seperti ini haram dilakukan si wanita di hadapan selain suaminya dan haram bagi lelaki ajnabi mendengarkannya, berdasarkan firman Allah l:

“Wahai istri-istri nabi, kalian tidak sama dengan wanita-wanita yang lain, jika kalian bertakwa maka janganlah kalian melembutkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)

Dalam fatwa no. 5167, Al-Lajnah menyatakan wanita merupakan tempat penunaian syahwat lelaki, maka kaum lelaki memiliki kecondongan kepada wanita agar tertunai nafsu syahwatnya. Bila si wanita mendayu-dayu dalam berbicara, tentunya fitnah akan semakin bertambah. Karena itulah Allah 'azza wa jalla memerintahkan kepada kaum mukminin, para sahabat Rasulullah n, bila mereka meminta kebutuhan atau suatu barang kepada wanita yang bukan mahramnya, hendaknya meminta dari balik hijab. Tidak langsung bertemu wajah dengan si wanita. Allah 'azza wa jalla berfirman:

“Apabila kalian meminta sesuatu keperluan kepada mereka maka mintalah dari balik hijab/tabir, yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)

Allah 'azza wa jalla juga melarang para wanita melembutkan suara mereka ketika berbicara dengan lelaki ajnabi agar jangan sampai lelaki yang punya penyakit di hatinya berkeinginan jelek terhadap si wanita.

Bila perintah ini dititahkan di zaman Rasul n, dalam keadaan kaum mukminin kuat imannya dan mulia jiwanya, lalu bagaimana dengan zaman ini, di mana iman semakin melemah dan sedikit orang yang berpegang dengan agama? Karenanya, wajib bagimu wahai wanita untuk tidak bercampur baur dengan lelaki ajnabi dan tidak berbicara dengan mereka kecuali bila ada kebutuhan yang sifatnya darurat dengan tidak mendayu-dayukan dan melembutkan suara, berdasarkan dalil ayat yang telah disebutkan.

Dengan penjelasan ini tahulah engkau, wahai wanita, bahwa semata-mata suara yang tidak disertai dengan kelembutan dalam berbicara bukanlah aurat, karena dulunya para wanita/sahabiyah berbicara dengan Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau tentang perkara agama mereka. Demikian pula mereka mengajak bicara para sahabat sehubungan dengan kebutuhan mereka dan Nabi - shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkari perbuatan mereka tersebut. (dari kitab Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta’, 17/202-204)

Sehubungan dengan suara wanita ini, sangatlah disayangkan adanya sebagian orang yang bermudah-mudahan dengan berdalih suara wanita bukan aurat. Sampai-sampai ada guru lelaki yang mengajarkan Al-Qur’an kepada para wanita dengan men-tasmi’, yaitu mendengarkan bacaan Al-Qur’an para wanita yang diajarinya, guna membetulkannya bila ada kesalahan. Sementara kita semua maklum bagaimana suara wanita yang membaca Al-Qur’an. Siapa yang bisa menjamin wanita tersebut tidak melagukan suaranya saat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an? Bila kondisinya seperti ini, bagaimana dengan sang guru, apakah ia bisa menjamin hatinya akan selamat dari fitnah?

Ada pula guru lelaki yang berani mengajarkan percakapan bahasa Arab (muhadatsah) kepada para wanita. Sementara, sebagai satu metode pengajaran muhadatsah, sang guru mengajak bicara satu atau lebih murid wanitanya untuk bercakap-cakap dalam bahasa Arab. Mungkin sang guru mengatakan, “Kaifa haluk?”

Muridnya menjawab, “Alhamdulillah ana bi khair, wa anta…?” Dan seterusnya.

Kita bisa membayangkan bagaimana nada suara murid wanita itu dalam percakapan tersebut! Wallahul musta’an.

Contoh di atas kita bawakan tidak lain sebagai nasihat dan peringatan bagi diri pribadi dan saudara-saudara sekalian, agar kita semua tidak menggampangkan permasalahan ini. Juga agar kita menjaga diri dari fitnah dan memerhatikan keselamatan hati-hati kita. Karena, sebagaimana perkataan hikmah dari ulama kita: Selamatnya hati tak dapat ditandingi/dibandingkan dengan sesuatu pun.

Semoga Allah 'azza wa jalla memberi taufik kita kepada apa yang diridhai dan dicintai-Nya. Amin.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah)
http://asysyariah.com/wanita-itu-aurat/

11 Apr 2017

Informasi Penerimaan Santri Baru 1438H / 1439H / 2017 M

 بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ 

Ma'had Asy Syari'ah Bojonegoro membuka pendaftaran santri baru untuk tahun ajaran 1438 H / 1439 H (2017/2018 M). Program pendidikan yang akan diselenggarakan :

Program Pendidikan :
 

  1. Program tarbiyatul banin wal banat
    Untuk usia 4-5 tahun (sekitar ma'had pulang-balik)
  2. Program Tahfizul Qur-an Ikhwan wa Akhawat
    Untuk usia 6 tahun (dekat pulang-balik dan jauh diasramakan)
  3. Program pemula bahasa Arab dan diiniyyah
    Untuk usia 12 tahun keatas.
Pendaftaran bisa dilakukan pada : awal Rajab - Ramadhan 1438 H

Pengajar :


  • Al Ustadz Abu Umair Sahl bin Suyadi As-Samaronjiy - hafizhahullahu ta'ala wa ra'ahu Dibantu pengajar lain alumni Ma'had Al Bayyinah Sidayu, Gresik

  • Ustadzah Ummu Umair hafizhahallaah beserta pengajar lainnya. 

Informasi :


  • Abu Abdirrahman - 081 136 134 00 (HP/WA khusus ikhwan)
  • Ummu Abdirrahman - 082 257 597 191 (HP/WA khusus akhwat)


10 Jul 2016

Mengembalikan Kewibawaan Pemerintah - Ustadz Afifuddin As-Sidawy



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Dengan mengharap ridho Allah ta'ala semata, hadirilah Pengajian Umum dengan tema; 

Mengembalikan Kewibawaan Penguasa
(Sikap Seorang Muslim Terhadap Pemerintahnya)

Dengan pemateri: 

Al-Ustadz Afifuddin As-Sidawy -hafizhahullah ta'ala-
(Pembina Yayasan Asy-Syari'ah Bojonegoro)

Insya Allah akan dilaksanakan pada:

Tanggal : 9 Syawal 1437 H (bertepatan dengan 14 Juli 2016)
Jam      : 09.00 BBWI s.d. selesai
Lokasi   : Masjid Besar Ahlussunnah Wal Jama'ah
               (belakang SMPN 1 Dander, Desa Sumberarum, Bojonegoro)

NB: Khusus Ikhwan (laki-laki)

Contact person: Abu Laila 0856-4658-0117 / 0852-3163-6607

21 Apr 2015

[Download] Ketaatan kepada Pemerintah oleh Ust Abu Hamzah

Bismillaah

Download MP3: Kajian Islam Ilmiyah Ahlussunnah wal Jama'ah (untuk umum)

dengan tema: 

 Ketaatan kepada Pemerintah: Prinsip Seorang Muslim terhadap Pemerintah
 dengan pembicara:

Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsari

Dilaksanakan pada:

Tgl: Ahad, 26 April 2015 (7 Rajab 1436)
Pukul: 09.00 - selesai
Lokasi: Ma'had Asy Syari'ah. Desa Sumberarum, Kecamatan Dander, Bojonegoro, Jatim


 CP : Abu Laila (0852 3163 6607 ) & (0856 46580 117)



Download rekaman:

Penerimaan Santri Baru Angkatan ke 6 Tahun 1438 H / 1439 H / 2017 M

Ma'had Asy Syari'ah

Ma'had Asy Syari'ah
Jl. Bata Putih RT 30 RW X Sumberarum,
Kec. Dander, Bojonegoro 62171

Kontak:
Abu Laila - 0856-4658-0117 / 0852-3163-6607

Arsip